
Bantul -Bertempat di Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Yogyakarta, sejumlah warga mendeklarasikan keputusan akan menjadi golput pada Pilpres 2019 mendatang. Mereka mengaku kecewa kepada Jokowi dan tak suka mendukung Prabowo.
Sejumlah warga yang menyebut diri sebagai Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Yogyakarta menyatakan tidak memakai hak bunyi atau golput pada Pilpres mendatang. Koordinator KPR Yogyakarta, Feri Taufik, menyampaikan perilaku golput diambil alasannya ialah hingga dikala ini pemerintah belum mensejahterakan masyarakat dan justru menyebabkan banyak konflik.
"Selama rezim Jokowi-JK, kita lihat hanya memunculkan konflik yang merugikan masyarakat, ibarat konflik agraria di beberapa titik, PHK buruh besar-besaran hingga 150 ribu buruh dan konflik lainnya," ungkapnya dikala jumpa pers di Kantor PBHI Yogyakarta di Banguntapan, Bantul, Jumat (5/4/2019).
Selain menyoroti rezim pemerintahan Jokowi-JK, alasan golput KPR juga dipengaruhi latar belakang capres 02, Prabowo Subianto. "(Tidak memilih) Prabowo alasannya ialah track recordnya. Dia (Prabowo) bintang film yang terlibat Orde Baru dan kita nggak mau melihat masa kelam Orde Baru pada masa kini," katanya.
"Melihat hal itu, tanggal 17 April besok kami menyatakan perilaku bahwa akan golput dan golput juga bab dari pendidikan politik. Kita menyerukan ke seluruh masyarakat untuk kembali serius membangun politik alternatif untuk Indonesia yang lebih baik," sambung Feri.
KPR Yogyakarta, lajut Ferui, terdiri dari beberapa organisasi masyarakat (ormas) yang berada di DIY dengan jumlah anggota mencapai 200 orang.
Sementara itu, Ketua Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Wasista Aji, menyampaikan bahwa ia mewakili mahasiswa juga menyatakan golput. Menurut mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini, langkah golput diambil alasannya ialah kecewa dengan ketimpangan ekonomi yang semakin besar pada masa pemerintahan Jokowi-JK.
"Kami menolak menentukan alasannya ialah kecewa dengan ketimpangan yang semakin besar di Indonesia, bahkan hal itu terus berlanjut mulai Pemilu tahun 90-an hingga Pemilu tahun 2014 kemarin," katanya.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Imam Joko Nugroho, menyebut bahwa menentukan untuk tidak menentukan dikala Pemilu bulan April ialah hak setiap manusia. Selain itu, jikalau ada yang mengkriminalisasi hak golput seseorang, PBHI siap membantu advokasi hukum.
"Bukan berarti mengajak golput ya, tapi ini pernyataan perilaku golput alasannya ialah menentukan untuk tidak menentukan ialah hak dan kita akan lindungi hak orang yang golput jikalau ada yang dikriminalisasi," pungkasnya.
Sumber detik.com
EmoticonEmoticon