
Jakarta -Anggota MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan, dalam sistem demokrasi, kekuatan oposisi sangatlah penting. Keberadaannya diharapkan untuk melaksanakan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah sehingga kemungkinan munculnya perilaku kesewenangan, penguasa bisa diminimalkan.
"Keberadaan kelompok oposisi di forum Legislatif akan menghindarkan munculnya anggapan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya berfungsi sebagai stempel. Karena itu, kekuatan oposisi di dewan perwakilan rakyat sangat penting dan diharapkan biar fungsi pengawasan forum legislatif bisa benar-benar berjalan sesuai harapan," ujar Masinton dalam keterangannya, Jumat (28/6/2019)
Masinton juga mengatakan, selesainya sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi simpulan dari perjalanan panjang Pemilu 2019. Kini semua pihak harus menurunkan suhu politik dan merajut kembali persatuan yang diakibatkan adanya polarisasi selama berlangsungnya kontestasi pemilu.
"Tugas pemenang yaitu merangkul, menjalin kembali polarisasi yang sempat terjadi selama ini. Para elite harus bisa menjadi penenang bagi masyarakat sekaligus penyejuk. Agar perselisihan dan pengelompokan yang sempat terjadi tidak memanas," ujarnya.
Menurut Masinton, salah satu cara yang bisa ditempuh oleh pemenang untuk menghilangkan konflik berkepanjangan yaitu pembagian kekuasaan. Ini alasannya yaitu kemajemukan Indonesia yang tidak bisa diatur dengan cara menang-menangan, tetapi harus ada power sharing.
Pendapat serupa disampaikan Wakil Ketua Fraksi PPP MPR RI Syaifullah Tamliha. Ia berharap elite politik ikut berkontribusi menjalin persatuan dan kesatuan biar perpecahan yang sempat terjadi selama kontestasi pemilu bisa akur kembali.
"Negara yang beragam menyerupai Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, didukung seluruh rakyatnya. Sejarah membuktikan, Irak, yang hanya terdiri atas tiga kelompok, yaitu Kurdi, Suni, dan Syiah, hancur sehabis Sadam lengser. Karena itu, kita butuh presiden yang gres terpilih menerima santunan dari seluruh rakyat," ujarnya.
Melihat resistansi yang terjadi selama proses pemilu, berdasarkan Syaifullah, MPR perlu membuka peluang pembahasan rumusan masa jabatan presiden. Daripada menggunakan masa jabatan selama lima tahun dan sehabis itu bisa dipilih kembali, lebih baik masa jabatan presiden hanya sekali selama 8 tahun.
"Kita perlu mengembalikan MPR menjadi forum tertinggi negara, menyerupai yang ada di negara-negara lain di seluruh dunia. Dengan begitu, MPR bisa menyeleksi calon presiden dan wakilnya. Juga tetapkan visi misi biar dijabarkan menjadi aktivitas pembangunan oleh presiden terpilih," kata Syaifullah lagi.
Sedangkan juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto menegaskan Indonesia tidak akan terpecah belah, menyerupai yang dikhawatirkan sebagian masyarakat. Menurut Wawan rakyat Indonesia yaitu masyarakat yang sangat maju, sebagaimana majunya kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
"Bahkan ketika ini saja banyak orang-orang Indonesia yang berprestasi di luar negeri. Baik di bidang science, ilmu pengetahuan, hingga ekonomi. Mereka bisa menjuarai banyak sekali kejuaraan tingkat dunia. Mereka juga menempati posisi strategis diberbagai perusahaan di luar negeri," kata Wawan.
Sumber detik.com
EmoticonEmoticon