
Berlin -
Iris yang berasal dari Dresden sudah bermain musik semenjak kecil. Ketika beliau sanggup mengenal lebih dalam dunia musik Indonesia dikala berkuliah di Yogyakarta, beliau sangat terkesan. "Setiap pulau di Indonesia memiliki musik dan tradisi yang berbeda. Saya pikir, saya tidak akan final belajar, satu hidup saya tidak cukup untuk mempelajari semuanya. Tetapi ini memperlihatkan pandangan gres bagi saya. Budaya dan spiritualitas di sana masih berpengaruh sekali," ceritanya dalam bahasa Indonesia.
Tahun 2011 Iris berhasil mendapat beasiswa Darmasiswa untuk berkuliah selama satu tahun di Indonesia. Dimulai dengan fotografi, beliau melanjutkan ke jurusan Etnomusikologi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Berbagai alat musik gres beliau pelajari selama berkuliah: gamelan, suling, kecapi, dan gitar sape dari Dayak, yang menjadi instrumen Indonesia favoritnya alasannya yaitu beliau merasa serasi dan tenang jikalau memainkannya.
Beasiswa Darmasiswa jurusan Bahasa Indonesia dan Seni Budaya
Setiap tahun mahasiswa-mahasiswa dari banyak sekali negara kawan berkesempatan melamar beasiswa Darmasiswa dari Kemendikbud Indonesia. Dengan beasiswa ini mereka sanggup berkuliah Bahasa Indonesia atau jurusan Seni Budaya di salah satu dari puluhan perguruan tinggi tinggi di seluruh penjuru Indonesia. Sejak jadwal ini dimulai tahun 1974, lebih 5000 mahasiswa abnormal dari sekitar 80 negara sempat berkuliah di Indonesia. Kota tujuan favorit hingga kini yaitu Yogyakarta dan Jakarta.
Dalam rangka Temu Alumni Darmasiswa pertama yang diadakan di Berlin, Jerman, Sabtu (04/05), Iris bersama dua rekannya beraksi di atas panggung, memainkan serangkaian musik yang terinspirasi dari banyak sekali musik nusantara: dari Sumatra, Jawa Barat, Bali, Sulawesi hingga Papua. Acara diikuti oleh alumni-alumni Darmasiswa dari banyak sekali kota di Jerman dan bahkan dari negara-negara lain menyerupai Spanyol, Hongaria dan Polandia. Seusai pertunjukan pembuka, pembawa jadwal bertanya apa kabar kepada para peserta. Awalnya agak malu, tetapi balasan terdengar semakin semangat: "Mantul! Mantap Betul!"
"Saya bahagia dengan pertemuan alumni ini alasannya yaitu saya sanggup berkenalan dengan alumni-alumni lain dari Jerman," tutur Alida, akseptor darmasiswa tahun 2012.
Terkesan dengan budaya Jawa
Ketika dulu berkuliah sosiologi di Hongaria, Alida hanya terekspos dengan budaya Eropa dan rasa keingintahuannya atas budaya lain menjadi berkembang. Ketika berkenalan dengan jurusan Asia Tenggara di Berlin, beliau mengambil fokus Indonesia, Malaysia dan Singapura, kemudian mulai mencar ilmu bahasa Indonesia.
Dengan Darmasiswa, Alida kuliah seni fotografi di Jogjakarta dan seusai masa kuliah, beliau berkunjung setiap tahunnya ke Indonesia untuk tinggal selama beberapa bulan. Salah satu imbas besar kuliah di Indonesia bagi profesi Alida yaitu sejumlah buku dan koleksi foto yang beliau buat perihal candi-candi Hindu-Buddha di Yogyakarta dan sekitar. Tetapi pengalaman berharga tidak terbatas di lingkup studi saja. Ketika mendengar perihal Darmasiswa, beliau eksklusif mendaftar.
"Yang paling penting untuk saya selama darmasiswa di Yogyakarta yaitu budaya Jawa. Menarik sekali bagi saya untuk melihat budaya yang masih hidup sekali" ujar Alida. Di luar universitas, Alida juga mengaku sangat bahagia dengan kehidupan yang berbeda dengan di Eropa: "Orang-orang di Jogja sangat ramah dan selalu optimis. Mahasiswa, tetangga dan dosen juga selalu punya waktu untuk mengobrol berjam-jam, saya suka sekali alasannya yaitu sanggup membicarakan suatu topik secara mendalam. Kalau di Jerman itu kadang sudah, walaupun dengan teman, alasannya yaitu mereka sibuk dan tidak ada waktu. " jelasnya dalam bahasa Indonesia.
Belajar dari kehidupan di luar perkuliahan
Kadir yang berusia 32 tahun juga setuju, bahwa akseptor Darmasiswa tidak hanya mendapat manfaat dari dunia perkuliahan saja. Pria asal Berlin yang dulunya berkuliah menjadi guru ini sempat kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Politeknik Negeri Jakarta. Dia memang agak menyayangkan, bahwa pelajaran Bahasa Indonesia di sana waktu itu dirasakan kurang optimal, terutama alasannya yaitu beliau termasuk angkatan pertama mahasiswa Bahasa Indonesia bagi penutur asing. "Memang pelajaran Bahasa Indonesianya seharusnya sanggup lebih banyak lagi, tetapi jadwal beasiswa ini juga dimaksudkan untuk berkenalan dengan Indonesia untuk membangun suatu kekerabatan yang tahan lama," ujar Kadir.
"Yang paling saya ambil dari pengalaman ini yaitu pengertian tetang kehidupan dan agama," lanjut Kadir. "Bagi saya, merupakan pengalaman yang indah melihat bagaimana spiritualitas mengalir dalam hidup semua orang dan bahwa insan tidak hanya hidup di dunia bahan saja." Bagi Kadir yang orang tuanya berasal dari Turki, tinggal di Indonesia waktu itu yaitu kali pertamanya tinggal di sebuah negara dengan begitu banyak penduduk Muslim. "Islam di Indonesia berbeda dengan di Turki atau Jerman. Ini sangat mempengaruhi cara pandang saya terhadap agama dan kehidupan saya. Sebuah imbas besar." Sampai kini Kadir tetap merasa terhubung dengan Indonesia dan secara rutin berkunjung ke Indonesia bersama istrinya.
Berbagi pengalaman dengan sesama alumni
Dalam Temu Alumni Darmasiswa ini, para alumni juga berkesempatan mengembangkan perihal pengalaman dan hasil risetnya semasa di Indonesia dan setelahnya. Beberapa foto Alida yang dulu berkuliah di Yogyakarta menghiasi ruangan Rumah Budaya Indonesia Berlin, yang dipilih menjadi lokasi acara. Dia juga mempresentasikan riset yand dirangkai foto-foto mata air suci di Yogyakarta.
Setelah itu rekan alumni Monika dan Dorota mendapat giliran mempertunjukkan film "Dreams of Java" perihal praktik Jathilan yang rekaman gambarnya mereka kumpulkan di masa darmasiswa mereka. Setelah kembali dari Indonesia, kedua abang beradik dari Polandia ini menuntaskan filmnya dan semakin tertarik dengan bidang film kemudian berlanjut berprofesi menjadi pembuat film.
Acara tidak akan lengkap tanpa musik dan tarian yang menjadi salah satu daya pesona Indonesia di kalangan peminat darmasiswa. Dipandu oleh Kathleen yang sempat berkuliah Bahasa Indonesia di Denpasar, peserta Temu Alumni menyanyi beberapa lagu kawasan sambil menari bersama. Sebagai jadwal penutup, Iris serta rekan-rekan bandnya dengan semangat mengajarkan hadirin menari Tari Kecak sambil mengalunkan suara khasnya. Melalui para alumni Darmasiswa, budaya Indonesia juga menjadi hidup di Eropa.

Sumber detik.com
EmoticonEmoticon