Friday, May 24, 2019

#Indonesianotsyria Bergema, Kemudian Apa Yang Sebetulnya Terjadi Di Suriah?

#IndonesiaNotSyria Bergema, Lalu Apa yang Sebenarnya Terjadi Di Suriah?Foto: SANA/Handout via REUTERS

Jakarta -Hastag #IndonesiaNotSyria bergema di Twitter. Hashtag yang telah dicuitkan lebih dari 13 ribu itu berisi ungkapan lisan warganet yang tak ingin Indonesia berakhir menyerupai Suriah (Syria). Lantas, apa yang sesungguhnya terjadi di Suriah?

Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) Masduki Baidowi menyampaikan awal mula terjadinya konflik di Suriah memang agak menyerupai dengan apa yang terjadi di Indonesia. Hal itu menurut dongeng dari salah satu ulama Suriah yang hadir dalam Musyawarah Nasional (Munas) NU.

"Kemarin kan ada Munas NU. Kami mengundang ulama internasional. Salah satunya ulama Suriah. Mereka bercerita di forum. Kaprikornus mereka bercerita kondisi Suriah sebelum hingga sekarang. Dia dongeng awal mulanya menyerupai Indonesia ini. Ada bendera-bendera Ar-Rayah bermacam-macam, kemudian alhasil dijadikan medan jihad supaya Presiden Bashar Al Assad jatuh. Nah jikalau di sini kan targetnya Jokowi jatuh," kata ia kepada detikcom, Jumat (24/5/2019).



"Tapi bedanya, Suriah menjadi target-target negara lain. Arab Saudi, Amerika, dan Israel punya kehendak. Tapi Suriah kan sekutu sama Iran. Kira-kira begitu kontestasi politik globalnya. Tapi jangan hingga Indonesia menyerupai itu. Kalau menyerupai itu, ancaman sekali," katanya.

Kendati demikian, ia mengingatkan Indonesia juga mesti waspada. Sebab, penyebaran hoax yang memicu kebencian di Suriah juga menyerupai mirip di Indonesia.

"Kalau cara melaksanakan proses untuk menjatuhkannya sama. Kebohongan-kebohongannya sama. Dibuat hasutan untuk membuat ketakutan massal di media sosial," imbuhnya.

Sekilas wacana Suriah

Dalam buku 'Prahara Suriah' yang ditulis oleh Dina Y Sulaeman, dijelaskan konflik Suriah bermula dari agresi protes para cukup umur di Kota Daraa. Pada 2011, di kota kecil tersebut muncul sebuah protes 15 pelajar berumur 9-15 tahun. Mereka menulis slogan-slogan anti-pemerintah di tembok-tembok kota berbunyi 'Rakyat menginginkan rezim turun'. Aksi ini sendiri terinspirasi oleh fenomena Arab Spring yang bergolak di Mesir dan Tunisia.

Akibat aksinya, mereka ditangkap oleh polisi Suriah yang dipimpin oleh Jendral Atef Najib, sepupu Presiden Suriah Bashar Al Assad. Penangkapan ini memicu gelombang protes yang menuntut bawah umur tersebut dibebaskan. Reaksi tentara dalam menghadapi para pendemo dinilai berlebihan, alasannya 4 orang dilaporkan tewas dalam agresi ini. Gelombang protes pun meluas dari Deraa menuju kota-kota pinggiran Latakia dan Banyas di Pantai Mediterania atau maritim Tengah, Homs, Ar Rasta, dan Hama di Suriah Barat, serta Deir es Zor di Suriah Timur. Hingga akhirnya, konflik ini bermetamorfosis perang sipil yang dahsyat dan berkepanjangan.



Selama perang berlangsung, pandangan sentimen agama pun mencuat dalam perang ini. Kelompok Syiah yang dianggap bernaung di bawah kepemimpinan Bashar Al-Assad dianggap sebagai musuh kaum Sunni. Selain itu, perang ini pun melibatkan beberapa negara lain untuk ikut campur. Seperti Iran dan Rusia yang mendukung Assad, sedangkan Amerika Serikat dan Uni Eropa justru ingin Assad lengser. Setidaknya, menyerupai dilansir BBC, selama tujuh tahun perang sipil berlangsung di Suriah, lebih dari 340.000 orang dilaporkan tewas. Beberapa situs bersejarah di Suriah pun dilaporkan hancur tanggapan perang ini.

Selain itu, selama perang berlangsung, berbagai informasi yang sulit dikonfirmasi kebenarannya. Dari mulai tuduhan penggunaan senjata kimia yang digunakan pemerintahan Assad untuk membunuh anak-anak, hingga soal bocah berjulukan Omran Daqneesh yang diselamatkan tim White Helmets dalam reruntuhan perang. Setiap pihak bahkan punya versi kebenarannya masing-masing. Sehingga hal ini justru menambah eskalasi efek perang.

Kini, perang Suriah telah berakhir. Assad menang dan hingga ketika ini masih memimpin Suriah. Kendati demikian, kini Suriah harus berjuang bangun dari keterpurukan ekonomi pascaperang. Seperti dilaporkan Bloomberg, pascaperang kondisi perekonomian Suriah menjadi lesu. Para pedagang di pasar mengeluh soal omzet penjualan yang menyedihkan. Restoran dan kafetaria yang biasanya ramai pengunjung sebagian besar kosong. Peningkatan pemadaman listrik telah memaksa toko-toko untuk memakai generator. Aktivitas di kemudian lintas juga kosong melompong.



PBB pun memperkirakan bahwa Suriah membutuhkan lebih dari $250 miliar dalam bentuk derma untuk membuat ekonomi berjalan kembali-jumlah uang yang tak bisa disediakan oleh para sekutu perangnya, yaitu Iran dan Rusia. Selain itu, negara-negara teluk kaya minyak yang bersahabat dengan Suriah, juga tak bakal membantu negara yang bersekutu dengan Iran.

Perang di Suriah yang bermula dari agresi protes bawah umur ini menjadi pelajaran berharga bagi negara lain.



Simak Juga '17 Orang Tewas dalam Serangan Udara Rusia di Suriah':

[Gambas:Video 20detik]



Sumber detik.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)