
Sleman -Sebanyak 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi dari banyak sekali Perguruan Tinggi di Indonesia berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melalui surat tersebut mereka menagih komitmen Jokowi soal penguatan KPK.
"Pada Pilpres tahun 2019 bahwa Presiden (berjanji) akan memperkuat KPK dan akan menghadirkan negara yang berpengaruh untuk pemberantasan korupsi," kata Direktur Pukat UGM, Oce Madril, Rabu (11/9/2019).
Hal itu disampaikan Oce dalam konferensi pers yang diikuti perwakilan dari 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi dari banyak sekali tempat di Kantor Pukat UGM, Jalan Bulaksumur Blok E No 12 Sleman, DIY.
Oce mengatakan, selama ini Presiden Jokowi kerap berjanji untuk memperkuat KPK. Oleh karenanya, sudah semestinya Presiden Jokowi menepati janjinya tersebut dengan menolak revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Ini (janji memperkuat KPK) yang kami tagih bersama, dan kami akan kirimkan (surat) itu kepada Presiden. Mudah-mudahan Presiden tidak lupa akan janji-janji politik itu," tegas Oce.
Surat dari 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia ini dikirimkan ke Presiden Jokowi melalui Kantor Pos sore ini. "Iya, dikirimkan pakai pos sore ini," tutur Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rahman.
Berikut isi surat yang ditandatangani 30 Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi dari banyak sekali Perguruan Tinggi di Indonesia:
Kepada Yth
Ir Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta
Dengan hormat,
Melalui surat ini, kami jejaring sentra kajian aturan dan antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia memberikan keberatan terhadap perubahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Bapak Presiden tentu memahami bahwa komitmen melaksanakan pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi. Munculnya Tap MPR No XI/MPR/1998 perihal Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN dan Tap MPR No VIII/MPR/2001 perihal Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN, serta munculnya banyak sekali tubuh atau forum pemberantasan korupsi mengambarkan bahwa korupsi menjadi perhatian yang sangat serius bangsa ini. Maka dari itu, segala bentuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi sama saja dengan mengkhianati amanat reformasi.
Lahirnya KPK merupakan puncak banyak sekali upaya pemberantasan korupsi. Sifat kejahatan korupsi yang sistematis serta berdampak pada kerugian keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional, serta melanggar Hak Asasi Manusia menciptakan penegakan aturan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara konvensional. KPK didirikan sebagai forum khusus yang independen untuk menangani kejahatan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa.
Sejak berdiri hingga dikala ini, KPK terus menjalankan amanatnya dengan banyak melaksanakan penindakan terhadap kasus-kasus korupsi. KPK melaksanakan kerja pemberantasan korupsi dengan mengusut perkara-perkara besar baik yang menjerat kepala daerah, penegak hukum, anggota dewan perwakilan hingga pengusaha di sektor swasta. Berbagai modus korupsi juga telah banyak diungkap oleh KPK mulai dari suap, gratifikasi, menyalahgunakan anggaran hingga masalah merintangi proses penegakan aturan tindak pidana korupsi.
Kerja pemberantasan korupsi seringkali terhambat akhir adanya upaya-upaya pelemahan KPK. Salah satu pelemahan yang terjadi yaitu mendelegitimasi KPK melalui perubahan UU KPK menyerupai yang dikala ini terjadi. Upaya mengubah UU KPK telah berkali-kali dipakai untuk melumpuhkan kewenangan hingga mengganggu independensi KPK. Hal ini menjadi bahaya serius bagi KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Oleh sebab itu, kami atas nama Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi seluruh Indonesia menagih komitmen dan komitmen Presiden untuk tidak membiarkan upaya-upaya pelemahan terhadap KPK dengan menolak pembahasan RUU KPK yang diusulkan oleh DPR.
Demikian surat ini kami sampaikan semoga menjadi perhatian.
Yogyakarta, 11 September 2019
Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia.
Sumber detik.com
EmoticonEmoticon