Friday, August 30, 2019

Penjelasan Uin Yogya Soal Kontroversi Disertasi Korelasi Seksual Nonmarital

Penjelasan UIN Yogya soal Kontroversi Disertasi Hubungan Seksual NonmaritalRektor UIN Sunan Kalijaga, tim promotor dan penguji disertasi Abdul Aziz menawarkan klarifikasi ke media, Jumat (30/8/2019). -- Foto: Usman Hadi/detikcom

Sleman -Pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menawarkan klarifikasi berkaitan dengan disertasi 'konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan kekerabatan seksual nonmarital' yang ditulis mahasiswanya, Abdul Aziz.

Disertasi tersebut menuai kontroversi alasannya yaitu disebut memperbolehkan kekerabatan seksual nonmarital atau di luar kesepakatan nikah dengan batas-batas tertentu. Pihak UIN Yogyakarta balasannya buka bunyi untuk meluruskan misinterpretasi yang terjadi.

Promotor disertasi, Khoiruddin Nasution, menjelaskan dalam penelitiannya Abdul mengkaji konsep milk al-yamin yang digagas Muhammad Syahrur. Syahrur ialah warga Syiria yang pernah menetap usang di Rusia, negara yang bebas dalam urusan pernikahan.

Milk al-yamin secara harfiah sanggup diartikan 'kepemilikan tangan kanan' atau 'kepemilikan penuh'. Fukaha masa kemudian mengartikan milk al-yamin sebagai wewenang pemilik atas jariyah (budak perempuan) untuk mengawininya, namun ia wajib berlaku adil.

Sementara Syahrur mempunyai penafsiran berbeda mengenai konsep milk al-yamin. Menurut Syahrur tidak hanya budak yang boleh dikawini, namun juga mereka yang diikat dengan kontak kekerabatan seksual. Pandangan Syahrur itulah yang dikaji Abdul Aziz.

"Saya berpandangan bahwa penafsiran M Syahrur terhadap ayat-ayat al-Quran wacana milk al-yamin atau yang semisalnya cukup problematik. Problemnya terletak pada subjektivitas penafsir yang berlebihan," ujar promotor lainnya, Sahiron.

Hal itu disampaikan Sahiron dalam konferensi pers yang digelar UIN Yogyakarta menanggapi kontroversi disertasi Abdul Aziz, Jumat (30/8/2019). Hadir dalam program itu Rektor UIN Yogyakarta, Yudian Wahyudi dan seluruh promotor dan penguji disertasi yang ditulis Abdul.
Sahiron juga mempermasalahkan analogi antara budak dengan orang yang diikat kontrak menyerupai yang dikemukakan Muhammad Syahrur. Sebab argumentasi Syahrur hanya memandang satu aspek perbudakan yakni seksualitas tanpa melihat aspek lainnya.

"Problem penafsiran Syahrur atas ayat-ayat wacana milk al-yamin terletak pada keengganan memperhatikan makna historis kata tersebut dan maksud atau pesan utama ayat itu (yakni kemanusiaan)," ujarnya.

Sementara penguji disertasi, Agus Najib, menyampaikan istilah milk al-yamin sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan budak perempuan, namun juga budak pria yang dimiliki perempuan. Sementara konsep Syahrur hanya fokus pada budak perempuan.

"Sehingga pembahasan yang dilakukan (dalam konsep milk al-yamin ala Syahrur) tidak komprehensif, dan secara konseptual masih dipertanyakan. Apalagi kemudian bila (konsep milk al-yamin ala Syahrur) diterapkan dalam masyarakat," tuturnya.

Rektor UIN Yogyakarta, Yudian Wahyudi, menyebut konsep milk al-yamin ala Syahrur yang dibahas Abdul Aziz mustahil diterapkan di Indonesia apabila tidak mendapatkan legitimasi dari ulama, contohnya dari MUI dan ormas keagamaan lainnya.

"Jika masyarakat mendapatkan maka harus mendapatkan legitimasi dari ijtima. Dalam konteks Indonesia dibentuk ajuan melalui MUI kemudian dikirim ke dewan perwakilan rakyat biar disahkan menjadi UU. Tanpa proses itu pendapat Syahrur tidak sanggup diberlakukan," sebutnya.

Adapun Abdul Aziz mengaku sengaja meneliti konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur. Sebab ia prihatin dengan maraknya kriminalisasi, stigmatisasi dan pembatasan susukan terhadap mereka yang melaksanakan kekerabatan seksual nonmarital.

"Harapannya ada pembaharuan aturan Islam. Hukum perdata Islam, aturan pidana Islam, aturan keluarga Islam. Karena saya melihat aturan keluarga Islam baik di Indonesia maupun di beberapa negara yang lain sudah perlu ada pembaharuan," katanya.
Meski demikian, Abdul menegaskan bahwa konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur ada beberapa batasan. Di antaranya dihentikan dilakukan dengan berzina berdasarkan pengertian Syahrur, yakni kekerabatan seksual yang diperlihatkan ke publik.

"Jadi seorang pria boleh bekerjasama seksual dengan wanita lain secara nonmarital sepanjang tidak melanggar batas-batas. Pertama yang disebut zina. Apa itu zina? Zina di sini yang dimaksud yaitu kekerabatan seksual yang dipertontonkan," sebutnya.

"Kalau (berhubungan seksual) di kamar, tertutup, itu bukan zina, itu halal. Kedua wanita yang sudah bersuami, yang ketiga dilakukan secara homo, dan yang keempat dengan sex party. Kemudian nggak boleh incest. Selain itu semua boleh," tutupnya.

Sumber detik.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)