Wednesday, May 29, 2019

Demokrasi Digital Kala Media Sosial

Demokrasi Digital Era Media SosialIlustrasi: Edi Wahyono/detikcom

Jakarta -
Tak sanggup dipungkiri, perkembangan media umum akhir-akhir ini telah turut andil dalam memilih kebijakan di negeri kita. Banyak kebijakan yang "terpengaruh" dengan iklim dan tren di media sosial. Pengaruh media umum yang begitu masif ini tentu menarik untuk dikaji lebih dalam mengingat begitu besarnya kekuatan yang dimiliki dan banyaknya kelompok kepentingan yang memainkan tugas signifikan dalam wadah media umum di dunia maya.

Istilah facebookers, twitterland, IG-ers ialah salah satu ungkapan yang kerap muncul dalam memonitor pelaku yang aktif bermedia sosial mewakili Facebook, Twitter, dan Instagram. Perilaku ini setidaknya melibatkan aneka macam pihak dan tanpa mengenal kategori (bercampur), baik berupa batasan umur, gender, agama, suku, asal tempat dan sebagainya. Kadang, informasi yang disuguhkan di media umum ini juga sangat rentan keabsahannya, mengingat sumber yang tidak terang (sumir), rujukan tidak akurat, bahkan anonim. Sehingga banyaknya informasi di dunia maya dilarang serta merta kita telan secara bulat, namun mesti kita pilah dan pilih serta "klarifikasi" supaya mendapat citra yang utuh atas suatu kejadian atau kejadian, serta tidak mengambil kesimpulan secara instan.

Bias informasi inilah yang bekerjsama sangat berbahaya bagi para pengambil kebijakan. Apabila informasi yang di-input ialah informasi yang tidak bernilai (sampah/hoax), maka sangat mungkin menghasilkan kebijakan yang tidak memuaskan publik secara luas. Namun, kenyataan ini menciptakan posisi tawar medsos hampir sama dengan partai politik. Mengapa demikian? Fungsi sosialisasi politik, kaderisasi hingga kepada akselerasi komunikasi politik juga dilaksanakannya.

Dalam sosialisasi politik, kerapkali medsos dipakai sebagai alat propaganda politik, sedangkan dalam hal kaderisasi politik terbentuk grup-grup yang tertarik dengan problem politik serta mengangkat isu-isu politik. Mengenai akselerasi komunikasi politik, sudah sangat terang bahwa media umum "sangat diperhitungkan" untuk ketika ini. Namun kalau ditelaah lebih jauh, mungkin medsos ini lebih bekerjasama kepada kelompok penekan (pressure group) yang turut andil dalam menyumbang lahirnya pandangan atau opini dalam masyarakat. Opini yang terbelah antara yang pro dan kontra biasanya lebih gampang disalurkan melalui media umum ini.

Fenomena Medsos

Media sosial yang kita kenal kini ini, tidak terlepas dari semakin meluasnya jaringan internet. Setidaknya dalam dua dasawarsa pengguna internet naik sangat signifikan di seluruh dunia. Dalam data setidaknya sanggup kita lihat betapa pertumbuhan internet hampir berkejaran dengan pertumbuhan populasi penduduk dunia. Sampai final 2018, populasi dunia mencapai 7,6 miliar, sedangkan pengguna internet sudah mencapai 4,1 miliar orang, dan yang aktif dalam bermedia sosial mencapai angka 1,8 miliar orang (www.worldometers.info).

Situs tersebut juga mempublikasikan bahwa setidaknya dalam setiap menit sebanyak 200 ribu konten Facebook di bagikan, 100 ribu tweet, 48 jam video di-upload, 2 miliar pencarian (melalui Google), dan kurang lebih 220 ribu konten foto dibagikan melalui Instagram. Data ini menyampaikan bahwa pertumbuhan penetrasi internet turut andil dalam meluasnya penggunaan jejaring media umum dalam masyarakat.

Di Indonesia hal serupa juga terjadi. Laporan Essential Insight Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World yang diterbitkan 30 Januari 2018 dikutip Harian Kompas (1/3/2018) mencatat bahwa jumlah populasi Indonesia yang mencapai 265,4 juta jiwa, pengguna media sosialnya sebanyak 130 juta dengan penetrasi 49 persen. Sebanyak 120 juta orang Indonesia memakai perangkat mobile, ibarat smartphone atau tablet untuk mengakses media sosial.

Dalam sepekan, aktivitas online di media umum melalui smartphone di Indonesia mencapai 37 persen. Berdasarkan aplikasi media umum yang diunduh, Whatsapp, Facebook, Instagram, dan Line ialah 4 (empat) besar favorit yang paling sering diakses. Perkembangan penggunaan media umum yang semakin pesat ini memungkinkan daya tekan medsos semakin besar, khususnya bagi para pengambil kebijakan. Kondisi ini tentu akan menjadi ruang yang semakin terbuka bagi komunitas medsos untuk semakin eksis dan menggalang diri dalam suatu perkumpulan yang pada kesannya berkembang menjadi menjadi kelompok penekan (pressure group).

Dalam teori sistem politik David Easton disebutkan bahwa kelompok penekan ini bekerjsama mempunyai kedudukan penting dalam mengartikulasi dan mengagregasi kepentingan untuk penguasa (Budiarjo, 1996). Artinya, mereka yang tergabung dalam komunitas media umum mempunyai posisi tawar yang semakin menguat seiring dengan semakin bertambahnya pengguna. Salah satu pola perkara terbaru ialah penghapusan remisi Susrama, terpidana pembunuh wartawan di Bali, alasannya tekanan pengguna medsos.

Saluran Kebuntuan Sosial

Begitu kuatnya imbas medsos dalam mengatur ritme opini publik menciptakan daya tarik medsos bagi kelompok kepentingan semakin kuat. Akhirnya, apabila setiap ada perhelatan pemilu atau pilkada, ada gugusan tertentu yang khusus menjadi "pasukan cyber". Tugasnya ialah selain menangkis serangan dari pihak lawan dan berkampanye, juga menembak lawan. Sehingga tidak heran kalau hingga terjadi beberapa perkara "twitwar" (perang kata-kata di Twitter) atau "facebook war" (perang kata-kata di Facebook) yang bukan hanya terjadi di dunia maya, namun sudah merambah pada dunia nyata.

Dari keadaan yang ada dan pentingnya media umum dalam dasawarsa ini, tak salah juga kiranya media social menjadi entitas "partai maya". Sebutan dengan memakai istilah "partai maya" hanyalah ungkapan bahwa telah terjadi mis-kanalisasi artikulasi dan agregasi kepentingan yang ada dalam masyarakat, khususnya menyangkut fungsi yang dimiliki oleh partai politik dan juga pemerintah. Pada kesannya kondisi ini memaksa publik mencari jalan untuk sanggup menyalurkan aspirasinya. Tersumbatnya kanal aspirasi ini kesannya mengakibatkan pilihan jatuh pada media sosial.

Adanya kebuntuan aspirasi ini mengakibatkan semakin intensnya pengguna media sosial. Melihat kenyataan ini, para penyelenggara negara pun kesannya banyak yang mengakibatkan media umum sebagai jembatan untuk menyerap aspirasi publik di samping juga menjadi media sosialisasi jadwal atau kebijakan yang telah dilakukannya. Sebut saja Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, dan juga Presiden Joko Widodo aktif dalam media sosial.

Fenomena media umum yang semakin masif ditambah juga dengan fasilitas saluran baik melalui komputer maupun gadget (smartphone) serta media portabel lainnya menambah semarak permedsosan di Tanah Air. Selain sebagai penyuara aspirasi, media umum juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Artinya kalau ada kebijakan yang dirasakan merugikan kepentingan publik dan cenderung tidak populer, maka publik akan meresponsnya dengan cepat. Opini publik yang tergalang melalui media umum juga menjadi amunisi untuk sanggup menekan para pembuat kebijakan terkait dengan gosip publik tersebut.

Jika memang posisi media umum begitu penting ketika ini, kiranya kita tidak berlebihan menyampaikan bahwa media umum menjadi "partai" gres yang turut memainkan tugas partai yang sesungguhnya. Akhir kata, media komunikasi dalam wadah media umum selayaknya memang mendapat perhatian serius dari para pengambil kebijakan, alasannya secara de facto opini yang berasal dari media umum ternyata sangat diperhitungkan. Ke depan, kita semua berharap selayaknya media umum sanggup semakin sehat, informatif dan komunikatif, jauh dari gosip SARA yang memecah belah dan fitnah. Untuk mewujudkan semua iu diharapkan peningkatan literasi, kebijaksanaan, kedewasaan dan logika sehat dari para penggunanya.

Arief Hidayat mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Yogyakarta


Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)